Hidup Mengikuti Garis Nol

Hidup Mengikuti Garis Nol


Oleh: Prof. Dr. HM Amin Syukur, MA
Masih berkisar tentang angka nol yang misterius. Walau kebanyakan orang awam mengatakan segala sesautu yang tidak ada itu nol, tapi tidak dengan para ahli matematika. Mereka menyebut nol itu berarti, ada nilainya, bahkan bisa lebih besar dari angka lainnya. Sedangkan untuk mengatakan sesuatu itu tidak ada sama sekali, mereka sering menggunakan kurung () sebagai symbol. Mengapa demikian? Boleh jadi karena terbukti bahwa nol memang memiliki nilai yang justru lebih dominan (baca Filsafat Angka).
Di sisi lain, angka nol merupakan garis lengkung yang bersatu antara ujungnya yang satu dengan ujung lainnya. Ibarat seseorang yang menyatukan kedua sisi tangannya dengan jari-jari menyatu, maka seseorang itu telah memeluk sesuatu, atau menguasai, melingkupi, memelihara, menyayangi dan lain sebagainya dari maksa memeluk. Atau, jika kita menyatukan ujung-ujung tali dan meletakkan sesuatu di dalamnya, maka kita sedang mengikat atau menyatukan sesuatu itu agar tak terpisah satu sama lain. Garis nol bisa berarti siklus. Siklus apa saja yang ada awal dan ada akhirnya dengan posisi yang sama. Mengikuti garis nol, bagaimanapun juga akan kembali ke titik yang sama. Seperti halnya kehidupan, ada mula pasti ada akhirnya; ada pangkal pasti ada ujungnya. Siklus kehidupan pun akan kembali ke titik yang sama, bayi lahir, anak-anak, remaja, dewasa, tua dan mati, ternyata juga mengikuti garis nol.
Lihatlah perilaku manusia, lahir dengan keadaan terlentang, lalu bisa tengkurap, sedikit mengangkay kepala, perlahan-lahan membungkuk dan kembali merangkak, seolah tengkurap lalu kembali terlentang dan mati. Jika kita ingin membuat sketsa posisi tubuh manusia dari tahun ke tahun, maka bentuknya akan menyerupai garis lengkung ke atas lalu turun seperti lengkungan setengah bola/lingkarang/angka nol.
Mungkin ada yang bertanya bagaimana dengan setengah lingkarang yang tersisa? Setengah lingkaran yang tersisa itu pada dasarnya telah kita lalui ketika kita masih dalam kandungan sang ibu. Di sana kita meringkuk membentuk setengah lingkaran selama kurang lebih sembilan bulan.
Jika kita percaya pada istilah reinkarnasi mungkin bisa dijawab dengan jawaban yang berbeda menurut versi kepercayaan reinkarnasi. Bahwa setengah lingkaran yang tersisa akan kita lalui di alam akhirat, lalu setelah kehidupan akhirat itu berakhir seperti di kehidupan dunia, maka akan terulang berkali-kali hingga kelak batas waktu yang ditentukan berakhir, KIAMAT. Tetapi keyakinan reinkarnasi tidak diakui di agama Islam.
Ada sitilah lain untuk mengatakan hal yang sama, yaitu titik balik, titik kulmunasi. Di mana segala sesuatu  tidak bisa lagi berkembang alias kembali lagi seperti semula. Ini berarti alur perkembangan telah kembali menemukan siklus awal di mana ia memulai sesuatu.
Jika sorang banyak mengatakan bahwa hidup ini seperti roda pedati yang terkadang di atas dan terkadang dibawah, itu benar. Bukankah setiap roda itu berbentuk bundar dan seperti lingkaran? Daru sini kita dibuatnya sadar bahwa segala sesuatu itu tidaklah kekal, tapi dinamis mengikuti alir lingkaran dan entah kapan ia akan kembali?
Allah berfirman:
“…dan masa itu, Kami pergilirkan di antara manusia.” (QS. Ali Imran [3]; 140),
yang jelas hanya Allahlah yang kekal selama-lamanya.
“Segala sesuatu yang ada di atas alam ini pasti rusak, dan kekallah zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan” (QS. Ar-Rahman [55]:25-26). 

*Semoga bermanfaat sahabat jagho

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syailil Kaunahal 'Arofata (Wulida Shodiqu)

Shil Ya Nabi